STANDAR
PROFESI KEBIDANAN
1.
PENGERTIAN
STANDAR
·
Pengertian standar Standar adalah
keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan
sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical Practice Guideline , 1990) Standar
adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980) Standar
adalah spesifikasi dari fungsi tau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan maksimal dari
pelayanan yang diselenggarakan
( Rowland and Rowland, 1983)
·
Standar adalah rumusan tentang
penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter
yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung
jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
·
Standar menunjukan pada tingkat
ideal tercapai yang diinginkan, namun ukuran tingkat ideal tercapai tsb
tidaklah disusun terlalu kaku, melainkan dalam bentuk minimla dan maksimal (
range ) Penyimpangan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang
dibenarkan disebut dengan nama toleransi ( tolerance )
·
Untuk memandu para pelaksana program
menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan,
disusunlah protokol (pedoman, petunjuk pelaksana) Protokol adalah suatu
pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatisdan dipakai sebagai pedoman
oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan
pelayanan kes. Makin dipatuhi protokol, makin tercapai standar yang telah
ditetapkan
·
Syarat Standar Bersifat jelas ,
artinya dapat diukur dengan baik, termasuk mengukur berbagai penyimpangan yang
mungkin terjadi. Masuk akal , suatu standar yang tidak masuk akal, misalnya
ditetapkan terlalu tinggi sehingga mustahil dapat dicapai,bukan saja sulit
dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para pelaksana Mudah
dimengerti , suatu standar yang tidak mudah dimengerti, atau rumusan yang tidak
jelas akan menyulitkan tenaga pelaksana shg standar tsb tidakakan dapat
digunakan
·
Dapat dicapa i, merumuskan standar
harus sesuai dengan kemampuan, siatuasi sertakondisi organisasi Absah , ada hubungan
yang kuat dan dapat didemonstrasikan Meyakinkan , persyaratan yang ditetapkan
tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi Mantap, Spesifik dan Eksplist,
tidak terpengaruh oleh perubahan waktu untuk jangka waktu tertentu, bersifat
khas dan gambling
·
Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan Melindungi masyarakat Sebagai pelaksanaan,
pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan Untuk menentukan kompetisi yang
diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Sebagai dasar untuk
menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan pendidikan
(Depkes RI, 2001:2)
·
Format Standar Pelayanan Kebidanan
Dalam Membahas Tiap Standar Pelayanan Kebidanan Digunakan Format Bahasan
Sebagai Berikut : Tujuan merupakan tujuan standar Pernyataan standar berisi
pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan, dengan penjelasan
tingkat kompetensi yang diharapkan. Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang
diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diatur. Prasyarat yang
diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana pelayanan dapat
menerapkan standar. Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti
untuk penerapan standar (Depkes RI, 2001:2).
·
Standar profesi tenaga kesehatan
adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesinya secara baik. Hak tenaga kesehatan adalah
memperoleh perlindungan hukum melakukan tugasnya sesuai dengan profesi tenaga
kesehatan serta mendapat penghargaan.
·
Pertemuan Program Safe Motherhood
dari negara-negara di wilayah SEARO/Asia tenggara tahun 1995 tentang SPK Pada
pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan
kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar
tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO
mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan
untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai
acuan pelayanan di tingkat masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi semua
pelaksana kebidanan.
2.
PENGERTIAN
INDIKATOR
·
indikator (tolok ukur) Indikator
adalah ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
·
Indikator ialah
variabel-variabel yang mengindikasikan atau memberi pentunjuk kepada kita
tentang suatu keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan (Green,
1992)
·
Dari definisi
tersebut di atas jelas bahwa indikator adalah “variabel yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu” (Buku
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota -
Kepmenkes RI 2004).
3.
STANDAR
PROFESI KEBIDANAN
Dasar hukum penerapan SPK
Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992 Menurut Undang-Undang Kesehatan
Nomer 23 tahum 1992 kewajiban tenaga kesehatan adalah mematuhi standar profesi
tenaga kesehatan, menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan
kesehatan pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan (Informed
consent), dan membuat serta memelihara rekam medik.
·
Ruang Lingkup Ruang lingkup SPK
meliputi 24 standar yaitu :
1.
standar pelayanan (2 standar),
2.
standar pelayanan antenatal (6
standar),
3.
standar pertolongan persalinan (4
standar),
4.
standar pelayanan nifas (3 standar),
5. standar
penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar) (Depkes RI, 2001:3).
3.1
Standar
Pelayanan umum
1.
Standar 1 : Persiapan untuk
kehidupan keluarga sehat
Persyaratan standar : Bidan
memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat
terhadap segala halyang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan umum,
gizi, KB, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua,
menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan baik
2.
Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Persyaratan standar : Bidan
melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi. Semua ibu
hamil diwilayah kerja, rincian yan yg diberikan kpd setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan BBL, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kpd masy.
Disamping itu bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu
hamil dan meninjau upaya masy yg berkaitan dg ibu dan BBL. Bidan meninjau scr
teratur cat tsb untukmenilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk
meningkatkan pelayanannya
3.2
Standar
Pelayanan Antenatal
1.
Standar 3 : Identifikasi Ibu hamil
Persyaratan standar : Bidan
melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untukmemberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota masyarakat agar
mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilan sejak dini secara teratur
2.
Standar 4 : pemeriksaan dan pemantauan
antenatal
Persyaratan standar : Bidan
memberikan sedikitnya 4 x pelyanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan
pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangung normal. Bidan juga hrs mengenal resti/kelainan, khususnya anemia,
kurang gizi,hipertensi, PMS/infeksi HIV;memberikan pelayanan imunisasi, nasehat
dan penyuluhan kes serta tugas terkaitlainnya yg diberikan oleh puskesman.
Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiapkunjungan Bila ditemukan
kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujukuntuk
tindakan selanjutnya
3.
Standar 5 : Palpasi Abdomen
Persyaratan standar : Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara
seksamamelakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, dan bilaumur
kehamilan bertambahmemeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya
kepalajanin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelaianan serta melakukan
rujukan tepat waktu
4.
Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada
Kehamilan Persyaratan standar : Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
5.
Standar 7 : Pengelolaan Dini
Hipertensi pada Kehamilan Persyaratan standar : Bidan menemukan secara dini
setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya
6.
Standar 8 : Persiapan Persalinan
Pernyataan standar : Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami
serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan
persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan
direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk
merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya
melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
3.3
Standar
Pelayanan Kebidanan
Terdapat empat standar dalam standar
pertolongan persalinan
1.
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala
I.
Pernyataan standar : Bidan menilai
secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan
pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.
2.
Standar 10 : Persalinan Kala II Yang
Aman.
Pernyataan standar : Bidan melakukan
pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap
klien serta memperhatikan tradisi setempat.
3.
Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif
Persalinan Kala Tiga.
Pernyataan standar : Bidan melakukan
penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan
selaput ketuban secara lengkap.
4.
Standar 12 : Penanganan kala II
dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum.
3.4
Standar
Pelayanan Nifas
Terdapat tiga standar dalam standar
pelayanan nifas
1.
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru
Lahir. Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk
memastikan pernafasan spontanmencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan,
dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus
mencegah atau menangani hipotermia.
2.
Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam
Pertama Setelah Persalinan. Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu
dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta
melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan
tentangan hal-hal mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk
memulai pemberian ASI.
3.
Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan
Bayi Pada Masa Nifas. Pernyataan standar : Bidan memberikan pelayanan selama
masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu
keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui
penanganan tali pusat yang benar; penemuanan dini penanganan atau rujukan
komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta memberikan penjelasan
tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi,
perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
3.5
Standar
Penanganan Kegawatan Obstetri Dan Neonatal
1.
Standar 16 : Penanganan Perdarahan
Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan
pertolongan pertama dan merujuknya.
2.
Standar 17 : Penanganan Kegawatan
Pada Eklamsia.
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam. Serta merujuk dan atau
memberikan pertolongan pertama.
3.
Standar 18 : Penanganan Kegawatan
Pada Partus Lama/Macet Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda
dan gejala partus lama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat
waktu atau merujuknya.
4.
Standar 19 : persalinan dg
penggunaaan Vakum Ekstraktor
Pernyataan standar : Bidan mengenali
kapan diperlukan ekstraksi vakum,melakukannya secara benar dalammemberikan
pertolongan persalinan dengan memastikan keamnannya bagi ibu dan janin
5.
Standar 20 : Penanganan Retensio
Plasenta
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali retensio placenta dan memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta
manual dan penangan perdarahan sesuai dengan kebutuhan
6.
Standar 21 : Penangan Perdarahan
Postpartum Primer
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali perdarahan yang berlebuhan dalam 24 pertama setelah persalinan
(perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk
mengendalikan perdarahan
7.
Standar 2 2 : Penanganan Perdarahan
Postpartum Sekunder
Pernyataan standar: Bidan mampu
mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu dan
atau merujuknya
8.
Standar 23 : Penanganan Sepsis
Puerperalis
Pernyataan standar: Bidan mampu
mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta melakukan
pertolongan pertama atau merujuknya
9.
Standar 24 : Penanganan Asiexsia
Neonatorum
Pernyaan standar : Bidan mampu
mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfeksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberikan perawatan lanjutan
4. PENGATURAN MENGENAI
MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN
Kode
etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk
bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan
larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak
boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam
menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada
umumnya dalam pergaulan sehari-hari didalam masyarakat.
Kode
etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan
tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan
dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Kode
etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan
disahkan dalam Kongres
Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya
disahkan dalam Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) IBI tahun
1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional IBI ke XII
tahun 1998.
Secara
umum kode etik bidan berisi 7 bab. Ketujuh bab ini dapat
dibedakan atas tujuh
bagian yaitu :
Sofyan,
Mustika,dkk,Bidan Menyongsong Masa Depan,Jakarta: PP IBI,2007, hal 76.
Kewajiban Bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
b. Kewajiban Bidan
terhadap tugasnya (3 butir)
c. Kewajiban Bidan
terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
d. Kewajiban Bidan
terhadap profesinya (3 butir)
e. Kewajiban Bidan
terhadap diri sendiri (2 butir)
f. Kewajiban Bidan
terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
g. Penutup (1 butir)
Pelanggaran terhadap
kode etik bidan inilah yang disebut sebagai
malpraktek etik.
Misalnya
dalam melakukan prakteknya bidan membeda-bedakan setiap pasien berdasarkan
pangkat, kedudukan,golongan, bangsa atau agama. Hal
ini melanggar salah
satu kode etik bidan pada Bab I tentang kewajiban bidan
terhadap klien dan
masyarakat, yaitu pada butir (1) yang
berbunyi: “setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya”.
Sedangkan dalam sumpah jabatannya bidan tersebut telah bersumpah bahwa dalam
melaksanakan tugas atas dasar kemanusiaan tidak akan membedakan pangkat,
kedudukan, keturunan, golongan, bangsa dan agama.
PERATURAN
HUKUM
Tidak ada satu pun
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung menggunakan
istilah malpraktek. Begitu juga dalam hokum kesehatan Indonesia yang berupa UU
No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan tidak secara resmi istilah malpraktek. Tetapi hanya menyebutkan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesi yaitu yang tercantum dalam Pasal 54 dan 55
UU Kesehatan.
Pasal 54:
1) Terhadap tenaga
kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2) Penentuan ada
tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3) Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas, fungsi dan tata kerja Majelis
Disiplin Tenaga
Kesehatan ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Pasal 55:
1) Setiap orang berhak
atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga
kesehatan.
2) Ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai ketentuan
pidana yang diatur dalam UU Kesehatan tercantum
didalam Bab X yang
intinya terdiri dari tindak pidana kejahatan dan pelanggaran.
Pasal yang berhubungan
dengan wewenang dan tugas bidan adalah Pasal 80 yaitu melakukan tindakan medis
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal
15 ayat (1) dan (2).
Didalam hukum pidana,
khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Pasal yang
sering digunakan dalam mengajukan tuntutan pidana bagi
bidan dan tenaga
kesehatan lainnya adalah Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan (2),
Pasal 361. Pasal-Pasal
tersebut dipakai apabila dalam menjalankan praktek
profesinya, perawatan
atau tindakan yang dilakukan oleh bidan terhadap
pasiennya mengakibatkan
pasien menjadi cacat ataupun meninggal dunia. Selain itu masih beberapa Pasal
yang dapat dikaitkan atau yang mungkin dilakukan bidan dalam menjalankan
profesinya yaitu menipu pasien (Pasal 378), pengguguran kandungan tanpa
indikasi medis (Pasal 349), sengaja membiarkan pasien tak tertolong (Pasal
304), membocorkan rahasia medis (pasal 322) dan lain-lain.
Didalam hukum perdata
khususnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata)
Pasal yang sering digunakan sebagai dasar hukum dari
gugatan terhadap bidan
ataupun tenaga kesehatan lainnya adalah Pasal 1365
KUHPerdata, yang
berbunyi:”tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian itu”.
Konstruksi hukum dari
Pasal 1365 KUH Perdata ini dihubungkan dengan
hubungan bidan dengan
pasien, menetapkan unsur-umsur dari perbuatan
melanggar hukum dengan
adanya kelalaian atau kesalahan dari bidan. Perbuatan itu menimbulkan kerugian
bagi pasien dan ada hubungan sebab akibat antara kelalaian atau kesalahan
dengan kerugian yang diderita pasien.
Sedangkan didalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32
Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan pengaturan mengenai malpraktek terdapat dalam Pasal 23 ayat
(1) yang berbunyi: “pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayangan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dalam Pasal 22 yang
mengakibatkan terganggunya kesehatan,
cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian”. Selain itu
dalam
Pasal 33 PP No.32 Tahun
1996 juga disebutkan bahwa menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan yang bersangkutan. Dan dalam ayat (2) disebutkan tindakan disiplin
dapat berupa teguran atau pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.
Mengenai ketentuan pidana dalam Peraturan Pemerintah ini tercantum dalam Pasal
34 dan Pasal 35.
Didalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.900/MENKES/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktek Bidan, malpraktek
yang dilakukan oleh
bidan diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 44.
Pasal 42:
Bidan yang dengan
sengaja:
a. melakukan praktik
kebidanan tanpa mendapat pengakuan atau adaptasi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan/atau;
b. melakukan praktik
kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9;
c. melakukan praktik
kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) dan ayat (2); dipidana sesuai ketentuan
Pasal 35 Peraturan
Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 44:
1) Dengan tidak
mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam
ini dapat dikenakan
tindakan disiplin berupa teguran lisan, tegurantertulis sampai dengan
pencabutan izin.
2) Pengambilan tindakan
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Malpraktek juga sering
disebut sebagai praktek yang tidak sesuai dengan
standar profesi. Untuk
profesi bidan, telah dikeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan yang
dapat digunakan sebagai acuan apakah tindakan seorang bidan
dalam menangani
pasiennya sudah sesuai dengan standar profesi.
Hal ini sangat penting,
karena dalam PP No.32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan pada
Pasal 21 juga disebutkan bahwa:”setiap tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan”.
Kumpulan
peraturan-peraturan hukum inilah yang disebut sebagai hukum
kesehatan. Di Indonesia
hukum kesehatan adalah bidang hukum yang masih baru.
Dengan dikeluarkannya
berbagai peraturan yang secara khusus mengatur
mengenai kesehatan ini,
maka para tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
baik kepada masyarakat. Karena dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang
khusus mengatur mengenai kesehatan tersebut, maka tindakan tenaga kesehatan
tidak hanya berkaitan dengan etika yang berasal dari profesi saja. Akan tetapi
saat ini tindakan tenaga kesehatan memiliki aspek hukum. Hal ini berarti
apabila dalam memberikan pelayanan kesehatan atau dalam rangka menjalankan
profesinya sebagai tenaga kesehatan, seorang tenaga kesehatan dapat dijatuhi
sanksi oleh pemerintah apabila perbuatannya tersebut melanggar hal-hal yang
diatur oleh hukum.
CONTOH KASUS
Ny. Clara datang bersama suaminya
Tn. Rohmat ke BPM Bidan Alif, karena mengeluh keluar lendir darah dari
kemaluannya dan ada rasa kenceng-kenceng, ternyata ny. Clara sudah dalam
pembukaan 9. Pada saat yang demikian bidan Alif langsung memimpin pasien untuk
mengejan sehingga menyebabkan pasien mengalami perdarahan. pada saat bayi lahir
bayi mengalami asfiksia karena mendapatkan penanganan yang tidak tepat dan
menyebabkan bayi pasien meninggal setelah 3 menit berada diluar rahim. Karena
pasien dan keluarga merasa di rugikan dalam peristiwa tersebut, maka pasien
menggugat bidan alif ke pengadilan.
Dalam kasus ini, bidan alif telah
memberikan pelayanan yang tidak sesuai standar sehingga menyebabkan hilangnya
nyawa seseoarang oleh karena itu bidan alif dapat dituntut secara hukum dan
administrative seperti dalam Pasal 25 ayat (1)
dan ayat (2); dipidana sesuai ketentuan
Pasal 35 Peraturan
Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 44: Dengan tidak
mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam ini dapat dikenakan tindakan
disiplin berupa teguran lisan, tegurantertulis sampai dengan pencabutan izin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar